A. PengantarNegara : Indonesia
Lokasi : Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur
No. Laporan Situasi : 2
Tanggal Pelaporan : 3 Maret 2011
Sumber Data: Tim Karina Posko Madiun, Rm. Made Hadiprasetyo, Pr dan http://www.detik.com/
Lokasi : Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur
No. Laporan Situasi : 2
Tanggal Pelaporan : 3 Maret 2011
Sumber Data: Tim Karina Posko Madiun, Rm. Made Hadiprasetyo, Pr dan http://www.detik.com/
Pembuat Laporan : Rm. A. Luluk Widyawan, Pr
B. Gambaran Umum
1. Latar Belakang
Suara dentuman dan pergerakan tanah di lereng Gunung Wilis disertai retakan tanah terjadi di Trenggalek, Ponorogo, dan Nganjuk. Data yang masuk di Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jawa Timur, fenomena alam juga terjadi di 3 kabupaten lain, yaitu Madiun, Tulungagung dan Bojonegoro. Fenomena alam yang diduga terjadi karena faktor kegempaan tersebut, mulai muncul sejak awal Januari 2011 di Kabupaten Ponorogo dan Madiun. Disusul pada awal Februari di Trenggalek, Nganjuk, Tulungagung dan Bojonegoro yang sama-sama di berada lereng Gunung Wilis.
Penyebab kejadian berantai ini sesuai hasil penelitian Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) karena adanya sumber gempa berkekuatan 0,5-3 mmi pada kedalaman 3-5 kilometer di Nganjuk. Sedangkan berdasarkan penelitian oleh Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, fenomena tersebut dianggap sebagai gempa tektonik di kedalaman kurang dari 33 Km. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung menyebut kejadian tersebut sebagai dampak pergerakan tanah lambat. Hasilnya, suara dentuman tersebut berasal dari gempa tektonik dengan kedalaman kurang dari 33 kilometer, yang merambat dari Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek ke arah barat daya. Suara dentuman itu muncul karena gesekan pergeseran lempeng bumi Eurasia, Australia, dan Pasifik. Suaranya bisa muncul ke permukaan karena di sana wilayah pegunungan. Dari rangkaian kejadian aneh tersebut, ESDM Jatim belum bisa memberikan rekomendasi saran tindakan kepada daerah yang merasakan getaran dan dentuman. Sejauh ini hanya ada imbauan permintaan agar masyarakat tidak resah dan ditambah masukan untuk menutup retakan dengan tanah liat apabila memang terjadi.
Namun berdasarkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, suara dentuman dalam dua hari terakhir maksimal hanya terjadi 2 kali dalam sehari. Kondisi ini merupakan penurunan drastis dibandingkan awal kemunculannya, di mana intensitasnya mencapai 25-30 kali, Selasa (1/3/2011). Mulai hilangnya suara dentuman dan getaran tersebut secara tak langsung juga menjadikan warga tak lagi merasakan was-was, untuk lebih meyakinkan masyarakat jika kejadian tersebut tak berbahaya.
2. Populasi Terdampak
Dampak dari kejadian dentuman dan getaran tersebut, di Nganjuk terjadi retakan tanah di Desa Margopatut, Kecamatan Ngetos. Di Trenggalek, lokasi terparah dentuman dan getaran yang ditandai dengan terjadinya tanah retak terjadi di Kecamatan Kampak. Selain itu ada 7 kecamatan di Trenggalek yang mengalami dentuman dan getaran, namun yang paling rawan dan di kawasan perbukitan adalah 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Dongko, Kampak, Watulimo dan Munjungan. Intensitas dentuman juga dilaporkan meningkat, yaitu lebih dari 25 kali dalam sehari. Di Ponorogo, kejadian yang sama juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Ngebel dan Pudak yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Wilis. Getaran tersebut mampu menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk dan warga Desa Bandarejo sehingga terkadang harus tidur di dekat pintu keluar atau teras untuk berjaga-jaga
Selama 2 minggu, kejadian tersebut terjadi, warga merasa resah. Namun belum ada laporan kerugian materiil atau korban jiwa dalam kejadian tersebut. Di Nganjuk retakan tanah di lereng Gunung Wilis, sebagian di antaranya sudah menjadi longsoran. Bencana yang lebih besar dimungkinkan bisa terjadi setiap saat, dan sekitar 6.022 jiwa warga yang bermukim di sekitarnya terancam menjadi korban. Data di lokasi munculnya retakan permukaan tanah, yaitu di Desa Margopatut, Kecamatan Ngetos, Nganjuk terdapat sekitar 500 jiwa yang tergabung dalam 103 KK. Sementara di Desa Kepel, Kecamatan Sawahan terdapat 5.522 jiwa. Kedua desa tersebut diperkirakan akan merasakan dampak paling parah jika lereng Gunung Wilis ini longsor. Termasuk 3 desa lain dengan jumlah penduduk yang tak kalah padat, di antaranya Desa Kebonagung, Siwalan dan Kuncir. Sedangkan di Trenggalek, saat ini juga dilaporkan sudah terjadi kerusakan, salah satunya tanah retak di sekitar rumah warga Desa Timahan, Kecamatan Kampak.
3. Kebutuhana. Pendataan dan pemetaan wilayah rawan bencana
4. Respon Pemerintah
a. Melakukan penelitian fenomena dentuman dan getaran
b. Menghimbau masyarakat tidak resah dan meyakinkan masyarakat bahwa kejadian tersebut tak berbahaya
c. Menghimbau agar masyarakat menutup retakan dengan tanah liat apabila memang terjadi.
5. Respon Karina Keuskupan Surabaya26 Feb – 1 Mar 2011
B. Gambaran Umum
1. Latar Belakang
Suara dentuman dan pergerakan tanah di lereng Gunung Wilis disertai retakan tanah terjadi di Trenggalek, Ponorogo, dan Nganjuk. Data yang masuk di Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jawa Timur, fenomena alam juga terjadi di 3 kabupaten lain, yaitu Madiun, Tulungagung dan Bojonegoro. Fenomena alam yang diduga terjadi karena faktor kegempaan tersebut, mulai muncul sejak awal Januari 2011 di Kabupaten Ponorogo dan Madiun. Disusul pada awal Februari di Trenggalek, Nganjuk, Tulungagung dan Bojonegoro yang sama-sama di berada lereng Gunung Wilis.
Penyebab kejadian berantai ini sesuai hasil penelitian Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) karena adanya sumber gempa berkekuatan 0,5-3 mmi pada kedalaman 3-5 kilometer di Nganjuk. Sedangkan berdasarkan penelitian oleh Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, fenomena tersebut dianggap sebagai gempa tektonik di kedalaman kurang dari 33 Km. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung menyebut kejadian tersebut sebagai dampak pergerakan tanah lambat. Hasilnya, suara dentuman tersebut berasal dari gempa tektonik dengan kedalaman kurang dari 33 kilometer, yang merambat dari Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek ke arah barat daya. Suara dentuman itu muncul karena gesekan pergeseran lempeng bumi Eurasia, Australia, dan Pasifik. Suaranya bisa muncul ke permukaan karena di sana wilayah pegunungan. Dari rangkaian kejadian aneh tersebut, ESDM Jatim belum bisa memberikan rekomendasi saran tindakan kepada daerah yang merasakan getaran dan dentuman. Sejauh ini hanya ada imbauan permintaan agar masyarakat tidak resah dan ditambah masukan untuk menutup retakan dengan tanah liat apabila memang terjadi.
Namun berdasarkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan, suara dentuman dalam dua hari terakhir maksimal hanya terjadi 2 kali dalam sehari. Kondisi ini merupakan penurunan drastis dibandingkan awal kemunculannya, di mana intensitasnya mencapai 25-30 kali, Selasa (1/3/2011). Mulai hilangnya suara dentuman dan getaran tersebut secara tak langsung juga menjadikan warga tak lagi merasakan was-was, untuk lebih meyakinkan masyarakat jika kejadian tersebut tak berbahaya.
2. Populasi Terdampak
Dampak dari kejadian dentuman dan getaran tersebut, di Nganjuk terjadi retakan tanah di Desa Margopatut, Kecamatan Ngetos. Di Trenggalek, lokasi terparah dentuman dan getaran yang ditandai dengan terjadinya tanah retak terjadi di Kecamatan Kampak. Selain itu ada 7 kecamatan di Trenggalek yang mengalami dentuman dan getaran, namun yang paling rawan dan di kawasan perbukitan adalah 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Dongko, Kampak, Watulimo dan Munjungan. Intensitas dentuman juga dilaporkan meningkat, yaitu lebih dari 25 kali dalam sehari. Di Ponorogo, kejadian yang sama juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Ngebel dan Pudak yang lokasinya paling dekat dengan Gunung Wilis. Getaran tersebut mampu menggetarkan kaca-kaca rumah penduduk dan warga Desa Bandarejo sehingga terkadang harus tidur di dekat pintu keluar atau teras untuk berjaga-jaga
Selama 2 minggu, kejadian tersebut terjadi, warga merasa resah. Namun belum ada laporan kerugian materiil atau korban jiwa dalam kejadian tersebut. Di Nganjuk retakan tanah di lereng Gunung Wilis, sebagian di antaranya sudah menjadi longsoran. Bencana yang lebih besar dimungkinkan bisa terjadi setiap saat, dan sekitar 6.022 jiwa warga yang bermukim di sekitarnya terancam menjadi korban. Data di lokasi munculnya retakan permukaan tanah, yaitu di Desa Margopatut, Kecamatan Ngetos, Nganjuk terdapat sekitar 500 jiwa yang tergabung dalam 103 KK. Sementara di Desa Kepel, Kecamatan Sawahan terdapat 5.522 jiwa. Kedua desa tersebut diperkirakan akan merasakan dampak paling parah jika lereng Gunung Wilis ini longsor. Termasuk 3 desa lain dengan jumlah penduduk yang tak kalah padat, di antaranya Desa Kebonagung, Siwalan dan Kuncir. Sedangkan di Trenggalek, saat ini juga dilaporkan sudah terjadi kerusakan, salah satunya tanah retak di sekitar rumah warga Desa Timahan, Kecamatan Kampak.
3. Kebutuhana. Pendataan dan pemetaan wilayah rawan bencana
4. Respon Pemerintah
a. Melakukan penelitian fenomena dentuman dan getaran
b. Menghimbau masyarakat tidak resah dan meyakinkan masyarakat bahwa kejadian tersebut tak berbahaya
c. Menghimbau agar masyarakat menutup retakan dengan tanah liat apabila memang terjadi.
5. Respon Karina Keuskupan Surabaya26 Feb – 1 Mar 2011
Tim ER melakukan koordinasi dengan Pastor Vikep Madiun sekaligus Pastor Paroki St. Paulus, Nganjuk untuk membentuk kontak person di Nganjuk dan mendorong masyarakat sekitar daerah rawan bencana untuk membentuk komunitas siaga bencana. Hasilnya tim menemukan 3 titik longsor dan retakan tanah di 3 Kecamatan, serta menunjuk Bp. Paulus sebagai koordinator Posko Nganjuk dan menjalin komunikasi dengan tokoh masyarakat di Loceret.
1 Maret 2011
Rm. Made, melaporkan bahwa di Desa Gamping, Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek terjadi retakan tanah seluas 4 ha.
3 Maret 2011
Tim ER dikoordinir Sdr. Yoseph Hanny Hendra, melaporkan telah berkoordinasi dengan Polsek di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo dan tidak menemukan retakan tanah di wilayah tersebut. Sedangkan di Kecamatan Pulung, berkoordinasi dengan Camat Pulung dan petugas BMKG Trawas menemukan retakan tanah di Desa Munggung, Dusun Bukur. Tanah seluas 7 ha tanah retak dan amblas sedalam 50 cm. Sebanyak 10 kk mengungsi karena rumah hancur. Demikian pula di Dusun Banaran, rekahan mengancam rumah warga. Pantauan seismograf BMKG rekaman dan getaran tanah berpusat di sekitar Dusun Pulung, Sooko, Singgahan dan Wagir Kidul. Gemuruh masih terdengar sampai siang pukul 12.35, namun demikian Camat setempat berusaha meredam gejolak masyarakat.
Info dari petugas BMKG di Trawas telah terpasang alat pendeteksi gempa di Kecamatan Pulung, Jetis dan 3 alat lainnya di Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek yang disertai pendeteksi cuaca. Namun, belum ada kepastian penyebab suara gemuruh yang berkepanjangan. Rencananya pada 8 Maret 2011 akan diadakan pemaparan hasil penelitian BMKG, PVMBG.
Sejauh ini Tim ER sebatas berkoordinasi dan mencari info dari lembaga seperti BMKG, PVMBG dan ESDM. Termasuk melakukan koordinasi dengan local point di lokasi dan berkoordinasi dengan pemerinta setempat tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Secara umum dampak tanah longsor dapat diatasi oleh masyarakat sebagaimana terjadi di Kec. Pulung.
4 Maret 2011
FA Yunianta, dari Posko Pare menerima info dari Rm. Made, tentang kondisi di Desa Gamping, Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek terjadi retakan tanah seluas 4 ha
6. Kontak Persona. Rm. Andreas Andri Nurcahyo, Pr (pastor paroki St. Paulus, Nganjuk)