07 Juli 2008

1000 Korban Lapindo Tolak Uang Dan Tempat Tinggal

Sekitar 1.000 korban semburan lumpur Lapindo yang mengatasnamakan Gerakan Pendukung Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 dari berbagai desa kemarin menggelar istigasah. Acara dilakukan di Masjid Nurul Huda, Desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, yang kini telah rusak akibat terjangan lumpur Lapindo.

Warga menuntut Lapindo mempercepat pembayaran cash and carry. Mereka menolak konsep baru cash and resettlement seperti yang diterima kelompok Gerakan Korban Lumpur Lapindo. “Konsep awal jangan diganti-ganti,” kata koordinator warga, Fathurozi, kemarin.

Dari pantauan Tempo, acara ini diikuti oleh sebagian besar korban Lapindo dari kawasan yang masuk peta dampak lumpur, yakni Desa Renokenongo, Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Besuki, Mindi, Pejarakan, Kedungcangkring, Ketapang, Glagah Arum, Kalitengah, serta Gempol Sari.

Mereka meminta Minarak melunasi proses pembayaran ganti rugi 80 persen sebagaimana telah diatur dalam Perpres No. 14/2007. Dalam peraturan ini disebutkan, aset warga berupa tanah kering atau tanah pekarangan diganti dengan Rp 1 juta per meter persegi, tanah sawah Rp 120 ribu per meter persegi, dan bangunan Rp 1,5 juta per meter persegi. Vice President PT Minarak Andi Darussalam Tabusalla sampai berita ini diturunkan belum mau mengangkat telepon selulernya.

Mantan Lurah Renokenongo, Ny Mahmudah, berharap pemerintah bisa menjembatani perbedaan penafsiran antara Minarak dan warga. Ketua Panitia Khusus Lumpur Lapindo Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo Maimun Siroj berjanji akan segera mempertemukan warga dengan pihak Minarak. “Jangan sampai warga semakin terpecah,” ujarnya. Dalam kesempatan itu, Maimun meminta korban Lapindo yang berada dalam peta dampak segera mengambil jatah bantuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Uang itu, kata dia, telah diterima dan dimasukkan ke rekening Pemerintah Daerah Sidoarjo sejak beberapa bulan lalu. Bantuan dari Presiden tersebut, menurut Maimun, berjumlah Rp 10 miliar dan saat ini masih tersisa sekitar Rp 700 juta.

Satu Semburan,Tujuh Kelompok
Semburan lumpur panas Lapindo di wilayah Sidoarjo, yang sampai saat ini terus bermunculan, mengakibatkan terpecahnya warga. Setidaknya dalam dua tahun ini, satu semburan sudah memunculkan tujuh kelompok dengan tuntutan yang berbeda.

1.Kelompok Choirul Huda, mengatasnamakan Gabungan Korban Lumpur Lapindo beranggota sekitar 1.500 orang dengan tuntutan cash and resettlement.

2.Kelompok Fathurozi atau Ny Mahmudah, mengatasnamakan Gerakan Pendukung Perpres dengan anggota sekitar 1.000 orang dengan tuntutan cash and carry.

3.Kelompok Soenarto, mengatasnamakan Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak dengan anggota sekitar 1.500 warga menuntut percepatan ganti rugi maksimal Desember 2008.

4.Kelompok Perumtas pimpinan Imam Agustinus, dengan anggota lebih dari separuh warga perumtas dengan tuntutan resettlement murni.

5.Kelompok Perumtas pimpinan Sumitro, dengan anggota kurang dari separuh warga perumtas dengan tuntutan cash and carry.

6.Kelompok di luar peta dampak pimpinan Bambang Kuswanto dengan anggota warga Siring Barat, Jatirejo Barat, dan Mindi, menuntut ganti rugi.
7.Kelompok Abdurrohim dengan anggota warga Desa Besuki, Pejarakan, dan Kedungcangkring dengan tuntutan revisi Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang Peta Dampak. (Koran Tempo, 7 Juli 2008)