07 Juli 2008

Cara Pemerintah Tangani Lumpur, Mengecewakan

Publik lebih memandang penting hasil akhir penanganan kasus luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, daripada siapa yang harus bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah ini. Meskipun Lapindo Brantas Inc dinilai publik paling bertanggung jawab, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun tidak boleh lepas tangan.

Terhadap masalah ganti rugi tanah dan properti korban luapan lumpur, misalnya, 98 persen responden jajak pendapat Kompas menyatakan Lapindo Brantas Inc harus bertanggung jawab. Hal yang sama, pernyataan responden kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah (masing-masing dilontarkan oleh 70,5 persen dan 74,9 persen responden).

Terlebih Lapindo Brantas Inc, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat juga dituntut perannya dalam perbaikan infrastruktur yang rusak, pemenuhan kebutuhan hidup pengungsi, dan kompensasi terhadap korban yang kehilangan pekerjaan akibat luberan lumpur. Hal tersebut rata-rata disampaikan oleh 85 persen responden.

Sebanyak 76,6 persen responden dalam jajak pendapat yang dilakukan terhadap 1.329 responden di 16 kota ini juga menyatakan kecewa atas kinerja pemerintah yang tidak transparan soal perkembangan penanganan banjir lumpur Sidoarjo.

Sekali lagi peran dan posisi negara dihadapkan pada ujian terkait keberpihakannya kepada rakyat ataukah kepada kepentingan segelintir elite. Kasus semburan lumpur di Sidoarjo melibatkan perusahaan swasta yang kepemilikannya berkorelasi langsung dengan elite yang bercokol dalam struktur pemerintahan.

Perusahaan milik kelompok Bakrie ini dinilai oleh delapan dari 10 responden sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap penanganan banjir lumpur Sidoarjo. Sementara berbagai hasil penelitian yang dilakukan sejumlah tim ahli mengarah pada kesimpulan dan rekomendasi yang berseberangan dengan harapan publik.

Hasil penetapan Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo yang dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat, misalnya, menyimpulkan banjir lumpur di Sidoarjo sebagai bencana alam dan tidak terkait dengan kegiatan eksplorasi alam yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc.

Berbagai penyelidikan yang dilakukan oleh sejumlah tim ahli hingga saat ini belum mencapai kesepakatan soal penyebab dan sumber dari semburan lumpur. Sejauh ini pula tidak ada jaminan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo bisa dihentikan dalam waktu dekat.

Sebagian tim ahli yang melakukan penyelidikan berpendapat semburan lumpur adalah akibat kelalaian manusia dalam proses pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc. Kepolisian Daerah Jawa Timur bahkan menetapkan enam tersangka dari kontraktor yang disewa oleh Lapindo (Kompas, 3/7/2006). Sebulan kemudian, Polda Jatim kembali menetapkan tiga tersangka lainnya (Kompas, 25/8/2006). Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena membiarkan pengeboran pada kedalaman 3.580 kaki sampai 9.297 kaki tanpa selubung, yang mengakibatkan terjadinya lost dan penanganan yang salah menyebabkan terjadinya luapan dari bawah tanah.

Sementara itu, tim ahli yang beberapa nama mereka selalu dikutip dalam iklan-iklan Lapindo?lain berpendapat bahwa semburan lumpur di Sidoarjo merupakan fenomena alam, yang sama sekali tidak terkait dengan kegiatan manusia.Perkara penetapan status bencana semburan lumpur Sidoarjo akan berdampak pada masalah administrasi, soal siapa yang bertanggung jawab mengganti kerugian yang diderita oleh korban.Bagaimanapun, pemerintah sedang diuji kewibaan dan keberpihakannya. (Suwardiman, Litbang Kompas)