Terjangan lahar dingin Kelud akhir Februari lalu menyisakan penderitaan warga di Kecamatan Puncu dan sekitarnya. Ribuan warga di lereng gunung itu kesulitan air bersih, karena sumber air dan dam penampung air bersih musnah diterjang lahar. Saat perayaan Paskah, para relawan di bawah Keuskupan Surabaya pun menyapa warga yang sedang kesusahan tersebut.
Tidak hanya sehari dua hari, belasan anggota relawan dari Karina (Karitas Indonesia) yang ada di Kediri ini hampir satu bulan penuh membantu ribuan warga di empat desa yang tak bisa mengonsumsi air bersih.
Setelah sumber air mereka musnah diterjang lahar dingin, lebih dari 1.500 warga terpaksa mengonsumsi air hujan. Sementara bantuan pemerintah berupa droping air bersih tidak bisa menjangkau ribuan warga yang tesebar di Desa Satak, Sukomoro, Sumbersuko, Dampit, dan Asmorobangun.
Pemkab Kediri memang telah meringankan penderitaan warga dengan droping air bersih.Namun droping air bersih ini hanya sampai di wilayah-wilayah yang mudah terjangkau. Misalnya di Desa Besowo dan wilayah lain yang berada di jalan raya beraspal.
“Panggilan sosial kami mengatakan untuk segera melangkah membantu droping air. Senin (13/4) atau Selasa (14/4) besok, kami juga akan menggelar baksos dan pembagian sembako di Dampit,” kata F Yunanto, Karina Korwil Kediri, Sabtu (11/4).
Tim relawan saat ini sedang sibuk-sibuknya. Sejak pascabanjir lahar dingin beberapa waktu lalu, 12 relawan Karina lansung diterjunkan. Dengan dukungan dana seadanya, mereka berangkat ke lokasi bencana dengan misi kemanusiaan. Langsung diputuskan menggelontorkan air bersih ke wilayah-wilayah tak terjangkau itu.
Selama hampir sebulan, tim ini mengirim air bersih ke Puncu. Air besih ini dibeli dari PDAM “Sebenarnya droping air bersih ini tidak dilakukan dengan seketika. Kami ditemani tim survei dari Keuskupan Surabaya, seperti Romo Sabas, Romo Luluk, dan koordinator ERT, Mas Hani, yang lebih dulu datang menyurvei. Kemudian kami putuskan segera droping air bersih,” tambah Yunanto.
Dengan mengambil posko di Pare, tim ini tidak henti-hentinya berkooridinasi menolong korban bencana lahar dingin. Setelah survei, mereka memutuskan fokus di wilayah Puncu yang dinilai tak terjangkau dari perhatian pemerintah. Secara fisik, memang tidak ada korban luka dan meninggal saat terjadi lahar dingin. Tapi pascabencana, rumah mereka tak bisa ditempati lagi. Ini terjadi di wilayah Gadungan, Kecamatan Puncu, dan Sumberbiru, Pare.
Kondisi hampir sama terjadi di lima desa di Puncu. Meski tidak separah di Gadungan, namun dampak dari terjangan lahar dingin itu menyebabkan sumber air satu-satunya sebagai penghidupan mereka lenyap.
“Kami menginap di rumah warga agar bisa tahu bagaimana penderitaan mereka tanpa air bersih. Air dari DAM Jeding Miring dan Clangap yang biasanya langsung dialirkan, kini tidak bisa lagi dialirkan,” lanjut Budi Hartono, relawan yang lain.
Tim relawan ini kemudian menuju sumber air. Mereka menemukan DAM Jeding Miring sebagai penampung air pegunungan telah musnah. Sementara DAM Clangap juga sebagian telah hancur. Warga tidak bisa lagi memanfaatkan air bersih karena hampir seluruh jaringan pipa dari sumber air itu juga musnah. “Sekarang sedang kita pikirkan bagaimana agar sumber air itu bisa dimanfaatkan kembali,” tambah Napi, relawan Karina lainnya.
Relawan Karina tidak sendirian. Upaya mereka juga mendapat dukungan dari banyak kalangan, termasuk LSM dan ormas-ormas Islam. “Kami kini terjun bersama-sama dengan ormas Islam dan para tokohnya. Tidak hanya droping air. Tapi kami juga memberikan pengobatan gratis kepada warga,” kata Yunanto. (Faiq Nuraini)