Salam hormat selalu kami haturkan. Kami yang berada di lokasi banjir bengawan solo dalam keadaan sehat. Tim kami yang terdiri lebih dari 10 orang kompak selalu dalam menjalankan kerja-kerja kerelawanan. Karena ini bukan kali pertama kita berada di lokasi banjir desa Mojoasem kita tidak buta akan peta wilayah desa dan mungkin yang lebih menarik kita dari tim relawan sudah tidak lagi dianggap sebagai tamu atau orang asing didesa ini.
Harmonisasi dan kekerabatan persaudaraan ini akan kami jaga karena sesuai dengan kesepakatan awal bahwa kita adalah bagian dari masyarakat dan bersama masyarakat melakukan gerakan peduli terhadap ancaman luapan sungai Bengawan Solo ini. Harapan kita semua luapan Bengawan Solo tidak lagi terjadi dan banjir lekas reda.
Ini adalah kronologi sekilas dari banjir akibat luapan Bengawan Solo yang kami catat ketika di lapangan dengan segala keterbatas media teknologi yang ada. Minimal ini mejadi gambaran sekilas dan untuk kevalidan data selanjutnya kita sambil jalan atau proses untuk melengkapinya.
Kronologi Sekilas
Akhir bulan Februari 2009 Bengawan Solo kembali meluap dan ini adalah kedua kalinya luapan besar setelah luapan di bulan Desember tahun 2007 yang mengakibatkan tergenangnya desa-desa di kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di antaranya desa Mojoasem yang secara letak geografis memang berada di tepi aliran Bengawan solo.
Kejadian banjir untuk desa Mojoasem ini berlansung pada tanggal 28 Februari ketika warga ramai-ramai bekerja keras untuk membuat tanggul buatan dari karung plastik (gelangsing) yang di isi dengan tanah atau pasir untuk menahan air yang masuk ke desa Mojoasem ini jebol, tepatnya pukul 00.35 WIB.
Awalnya gerakan untuk menahan luapan air yang masuk ke desa Mojoasem ini dilakukan karena debit air Bengawan Solo semakin bertambah tinggi. Usaha yang dilakukan masyarakat desa Mojoasem sudah bulat, dengan satu tujuan yaitu bagaimana agar desa tidak banjir. Upaya ini dilakukan sebagai penyelamatan desa. Jika debit air terus bertambah maka tanggul untuk penahan air ini akan dinaikan karena dikwatirkan lupan Bengawan tidak hanya membanjiri tapi menengelamkan desa Mojoasem. Masih tersisa bekas air di tembok sekolah sedada orang dewasa.
Berhubung tanggul buatan ini jebol maka air masuk desa. Dalam hitungan 2 jam desa sudah tengelam. Usaha untuk pengurangan resiko banjir sudah dilakukan oleh masyarakat dan kami berpikir gerakan yang dilakukan masyarakat sudah sebegitu maksimalnya. Tetapi air Bengawan terus naik keatas, di tengah kelelahan karena sudah 4 hari melakukan gerakan untuk menahan luapan air Bengawan, tanggul desa akhirnya jebol. Gerusan air yang masuk ke desa menengelamkan banyak rumah dan ada 4 rumah rusak berat. Sampai email ini ditulis kondisi desa masih tenggelam.
Harmonisasi dan kekerabatan persaudaraan ini akan kami jaga karena sesuai dengan kesepakatan awal bahwa kita adalah bagian dari masyarakat dan bersama masyarakat melakukan gerakan peduli terhadap ancaman luapan sungai Bengawan Solo ini. Harapan kita semua luapan Bengawan Solo tidak lagi terjadi dan banjir lekas reda.
Ini adalah kronologi sekilas dari banjir akibat luapan Bengawan Solo yang kami catat ketika di lapangan dengan segala keterbatas media teknologi yang ada. Minimal ini mejadi gambaran sekilas dan untuk kevalidan data selanjutnya kita sambil jalan atau proses untuk melengkapinya.
Kronologi Sekilas
Akhir bulan Februari 2009 Bengawan Solo kembali meluap dan ini adalah kedua kalinya luapan besar setelah luapan di bulan Desember tahun 2007 yang mengakibatkan tergenangnya desa-desa di kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Di antaranya desa Mojoasem yang secara letak geografis memang berada di tepi aliran Bengawan solo.
Kejadian banjir untuk desa Mojoasem ini berlansung pada tanggal 28 Februari ketika warga ramai-ramai bekerja keras untuk membuat tanggul buatan dari karung plastik (gelangsing) yang di isi dengan tanah atau pasir untuk menahan air yang masuk ke desa Mojoasem ini jebol, tepatnya pukul 00.35 WIB.
Awalnya gerakan untuk menahan luapan air yang masuk ke desa Mojoasem ini dilakukan karena debit air Bengawan Solo semakin bertambah tinggi. Usaha yang dilakukan masyarakat desa Mojoasem sudah bulat, dengan satu tujuan yaitu bagaimana agar desa tidak banjir. Upaya ini dilakukan sebagai penyelamatan desa. Jika debit air terus bertambah maka tanggul untuk penahan air ini akan dinaikan karena dikwatirkan lupan Bengawan tidak hanya membanjiri tapi menengelamkan desa Mojoasem. Masih tersisa bekas air di tembok sekolah sedada orang dewasa.
Berhubung tanggul buatan ini jebol maka air masuk desa. Dalam hitungan 2 jam desa sudah tengelam. Usaha untuk pengurangan resiko banjir sudah dilakukan oleh masyarakat dan kami berpikir gerakan yang dilakukan masyarakat sudah sebegitu maksimalnya. Tetapi air Bengawan terus naik keatas, di tengah kelelahan karena sudah 4 hari melakukan gerakan untuk menahan luapan air Bengawan, tanggul desa akhirnya jebol. Gerusan air yang masuk ke desa menengelamkan banyak rumah dan ada 4 rumah rusak berat. Sampai email ini ditulis kondisi desa masih tenggelam.
Dampak Langsung:
1. Pemutusan jalur listri dari PLN yang mengakibatkan padamnya lampu dan menghambat aktivitas warga (sampai, 3 Maret 2009 masih padam, tahun lalu sampai 3 bulan)
2. Pertanian dan tambak gagal panen
3. Tidak ada ketersediaan bahan pokok untuk 3-4 bulan ke depan
4. Pengangguran masal mendadak terjadi karena sawah dan tambak tenggelam
5. Terputusnya jalur transportasi penghubung antar desa
6. Aktivitas anak sekolah terganggu, karena sekolah tenggelam, buku, meja dan kursi kotor, ruang kelas berlumpur. Beberapa sekolah itu: PAUD, TK An-Nur, MI, MTS, MA Al- Islamiyah.
7. Tidak berfungsinya tempat ibadah (1 Masjid, 4 Mushola)
8. Kesulitan air bersih sesuai dengan standar kesehatan
9. Kesulitan air minum
10. Munculnya penyakit baru yang disebabkan oleh banyaknya nyamuk, gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya
11. Kurangnya perhatian terhadap asupan gizi anak-anak. Anak-anak kurang gizi
12. Kurangnya perhatian kesehatan ibu dan anak. Karena banyak anak telantar di tenda pengungsian.
13. Ternak terancam mati, karena tidak mendapatkan lokasi hidup alami namun di area penyelamatan dalam kandang.
(Ipung, adalah warga muslim kelahiran Mojoasem yang sekaligus korban banjir, menjadi relawan banjir desa setempat dan sekitarnya serta berkoordinasi dengan relawan Posko Karina yang menyewa rumah di rumah Bp. Subari, Mojoasem. Untuk mengirimkan email ini ia harus menempuh jarak hampir 10 km, mencari koneksi internet. Ia dapat dihubungi di pungkzsane@yahoo.com)